Laporan : Moh. Faozan
PARIMO, Redaksi Rakyat – Puluhan warga menggelar aksi protes di depan Pondok Pesantren (Ponpes) AC, di Kelurahan Masigi, Kecamatan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Sabtu, 18 Februari 2023.
Aksi protes tersebut, terjadi karena diduga salah satu tenaga pengajar di Ponpes AC melakukan tindakan asusila terhadap tiga orang santri yang masih di bawah umur.
Bahkan, warga menduga pengelola Ponpes AC mengetahui kasus tersebut, namun mencoba menutup-nutupi untuk menjaga nama baik yayasan.
“Kami atas nama masyarakat Parigi, khususnya Kelurahan Masigi, mengutuk keras atas tindakan asusila yang dilakukan oleh tenaga pengajar di Ponpes AC,” tegas perwakilan warga Kelurahan Masigi, Amir Hamza, ditemui saat aksi protes, Sabtu.
Dia mengaku, warga Kelurahan Masigi sangat kecewa dengan tindakan tenaga pengajar tersebut, dan meminta Kementerian Agama (Kemenag) mencabut izin Ponpes AC.
Warga yang resah dengan peristiwa tersebut, juga meminta Ponpes AC untuk memulangkan para santri dan satriwati ke orang tuannya, selama kasus tersebut ditangani oleh pihak Kepolisian.
“Apabila terjadi musibah atau bala bukan hanya menimpah Ponpes AC, namun juga akan menimpah warga Kecamatan Parigi,” tukasnya.
Sementara itu, Kapolsek Parigi, IPTU Haryono mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak Ponpes AC, serta menyampaikan berbagai tuntutan warga.
Disepakati, kata dia, perwakilan warga dan pengelola Ponpes akan dipertemukan pekan depan, tepatnya Senin, 20 Februari 2023.
Menurutnya, kegiatan belajar dan mengajar di Ponpes tersebut masih dilakukan, meskipun warga menuntut untuk dihentikan.
Sebab, ada beberapa pertimbangan yang disampaikan oleh pengelola Ponpes, khususnya terkait proses pemulangan santri dan santriwati.
“Anak-anak di dalam Ponpes masih melakukan aktivitas pengajian di Masjid. Kami tidak bisa serta merta menghentikan kegiatan itu,” kata dia.
Dia mengimbau, masyarakat untuk tetap tenang, dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak Kepolisian.
Apalagi, Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Parimo, sedang menangani dugaan kasus asusila tersebut, dan telah mengamankan pelaku.
“Para korban memang sejak awal sudah melaporkan dugaan kasus ini di Polres Parimo,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, pimpinan Ponpes AC, Musran Tahir, S.Pd.i membantah berbagai tuduhan yang dialamatkan kepada pihaknya.
Dia mengaku, baru mengetahui kasus dugaan asusila tersebut terjadi usai keluarga korban melaporkan peristiwa itu ke Polres Parimo.
Selain itu, lanjutnya, tenaga pengajar yang diduga menjadi pelaku tindakan asusila itu, telah diberhentikan sebelum keluarga korban membuat laporan ke Kepolisian.
“Tenaga pengajarnya ini sudah kami keluarga sekitar Agustus 2022. Kami baru tahu kejadian ini, tiga hari yang lalu,” kata dia.
Alasan pemberhentian itu, jelasnya, juga bukan karena ketahuan melakukan tindakan asusila. Melainkan, berkaitan beberapa aturan yang telah dilanggar, di antaranya mengumpulkan para santri dalam kamar.
Selain itu, tenaga pengajar itu membolehkan santri merokok serta bermain Hanphone, dan tidak jujur tentang masalah keuangan.
“Tenaga pengajar ini juga melakukan tindakan kekerasan diluar ambang batas kepada santri,” bebernya.
Dia mengatakan, pihak pengelola Ponpes tidak dapat memulangkan para santri ke orang tuannya, karena tidak memiliki alasan yang tepat.
Apalagi, salah satu keluarga korban usai melaporkan kasus itu ke Kepolisian, telah mengembalikan anaknya ke Ponpes.
“Itu artinya masih ada kepercayaan orang tua santri kepada kami. Kecuali orang tua santri yang datang sendiri ke Ponpes mengambil anaknya,” kata dia.
Dia pun mengaku siap dan akan menerima secara terbuka, bila Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag Kabupaten Parimo menelusuri persoalan tersebut.
“Pemerintah Daerah (Pemda) Parimo melalui dinas terkait juga sudah datang untuk menanyakan terkait kasus ini,” pungkasnya.