Example 1280x250
DaerahHEADLINE

Nonjob Sejumlah Pejabat, Kamiludin: Putusan Bupati Tidak Beralasan

×

Nonjob Sejumlah Pejabat, Kamiludin: Putusan Bupati Tidak Beralasan

Sebarkan artikel ini
Nonjob Sejumlah Pejabat, Kamiludin: Putusan Bupati Tidak Beralasan
Foto: Zunandar

Penulis : Novita Ramadhan

PARIMO, Redaksi Rakyat Surat Keputusan (SK) Bupati Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, Samsurizal Tombolotutu, tertanggal 16 Februari 2023 atas pemberhentikan sejumlah pejabat, berbuntut panjang.

Pasalnya, empat pejabat yang diberhentikan dalam jajaran Pemerintahan Daerah (Pemda) setempat, akan menempuh jalur hukum karena merasa dirugikan.

Keempat pejabat tersebut, yakni Kepala Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah, Kamiludin Passau, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Joni Tagunu, Asisten Bidang Administrasi Umum, Siti Wahyuni Borman, dan Mantan Kepala Dinas Sosial, Mohammad Irfan.

Kamiludin Passau mengaku, tidak keberatan atas persoalan diberhentikan atau dinon job-kan. Bahkan, bila ada niat untuk dipensiunkan, sepanjang sesuai dengan aturan.

Namun, menurut dia, pemberhentian yang dialamatkan kepadanya dan beberapa pejabat lainnya, tak sesuai aturan.

Apalagi dasar pemberhentian dalam SK tersebut, mengacu pada pasal 144, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 11 tahun 2017, yang menyatakan bahwa ada delapan unsur PNS diberhentikan sebagai pejabat tinggi pratama.

“Pertama diberhentikan dari jabatan, diberhentikan sebagai PNS, diberhentikan sementara sebagai PNS, kemudian menjalani cuti di luar tanggungan negara, menjalani tugas lebih dari enam bulan, ditugaskan secara penuhi di luar jabatan pimpinan tinggi, terjadi penataan organisasi dan tidak memenuhi persyaratan jabatan,” paparnya, saat konfrensi pers, di Parigi, Selasa, 13 Februari 2023.

Sesuai pasal 144 tersebut, kata dia, tidak satupun ada unsur yang memenuhi. Sehingga, menimbulkan pertanyaan, mengapa dasar aturan tersebut digunakan untuk memberhentikan mereka.

“Pak Bupati itu, tinggal tujuh bulan menjabat Bupati loh. Kalau mau saya tanya, ‘Bapak boleh berhenti sekarang, kasih Pak Wakil Bupati saja menjabat sebagai Bupati?’ mau tidak? Kalau dia mau, berarti kami juga harus mau,” tukasnya.

Dia pun mempertanyakan, perbedaan mereka dengan sejumlah pejabat yang pensiun diusia 60 tahun, seperti Elvis Tombolotutu, Marlin Tombolotutu, Hacino, Efendi Batjo, dan Salmin Latandu.

“Kami akan menyurat ke Komisi ASN. Kami akan melakukan perlawanan hukum, karena didiri kami ada hak konstutusi. Saya akan menempuh jalur hukum, untuk mempertahankan harga diri,” tegasnya.

Dia pun membeberkan tentang pemaksaan pengajuan permohonan pensiun saat mereka menghadiri undangan Bupati Parimo, beberapa waktu lalu.

“Dalam forum disampaikan (Bupati), kamu yang sudah berusia 58 tahun bermohonan saja. Berikan kesempatan kepada adik-adikmu. Logowo saja, ajukan permohonan. Ketika kamu tidak mengajukan permohonan, maka akan saya berhentikan dengan paksa,” ungkapnya.

Kamiludin mengaku, merasa dipermalukan dengan adanya SK pemberhentian tersebut. Sebab, bila meraka melakukan kesalahan, dapat diberikan pembinaan.

Sementara itu, Muhammad Irfan menambahkan, dalam PP nomor 11 tahun 2017, pada pasal 239, disebutkan dua poin. Pertama, batas usia pensiun 60 tahun bagi pejabat tinggi pratama dan tingkatan diatasnya.

“Tidak ada dibilang, bahwa itu batas maksimal. Kalau maksimal, bahasa hukum menterjemahkan, boleh di bawah itu,” ujarnya.

Kedua, batas usia pensiun 58 tahun untuk jabatan administrator, pelaksana dan fungsional yang lain. Sehingga, mereka yang diberhentikan masih memiliki kekuatan berdasarkan aturan tersebut, dan menjabat hingga usia 60 tahun.

“Saya mau mempertegas, kami diberhentikan bukan karena persoalan merugikan negara, daerah dan keluarga,” tegasnya.

Joni Tagunu pun mengaku paling dirugikan atas pemberhentian tersebut, karena usianya baru 58 tahun lewat satu hari saat Bupati Parimo meminta mengusulkan permohonan pensiun.

Senada dengan itu, Siti Wahyuni Borman menilai, ada ketidakadilan yang diberlakukan kepada mereka, karena terkesan dipaksankan. Padahal, beberapa pejabat lainnya melepas masa pensiunnya dengan terhormat.

“Kami juga berkeinginan seperti itu. Mau melepas masa pengabdiannya kepada masyarakat, dan negara dengan terhormat,” ucapnya.

Menurut Siti Wahyuni Borman, banyak kerugian akibat dampak SK pemberhentian tersebut, karena mereka tidak dapat menikmati kenaikan pangkat istimewa. Bahkan, hak atas tambahan penghasilan dalam satu tahun sisa jabatan pun akan hilang.

Selain itu, SK pemberhentian mereka dari jabatan, akan menimbulkan berbagai penafsiran, yang mengganggu psikologis mereka secara pribadi dan keluarga.

“Jadi sangat tidak elot, karena semua akan mengenang ini sebagai kenangan yang tidak manis,” pungkasnya.

Diketahui, selain beberapa aturan yang menjadi dasar pemberhentikan terkesan dipaksakan. SK yang telah diteken Bupati Parimo tertanggal 16 Februari 2023 itu, dinilai cacat hukum karena telah diberikan kepada para pejabat, sebelum tanggal ditetapkan.

error: Content is protected !!