Sumber : Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes
JAKARTA, Redaksi Rakyat – Pemerintah pusat telah menargetkan penurunan Stunting hingga 14 persen di 2024. Sedangkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan melakukan intervensi dengan pendekatan gizi spesifik guna mendukung upaya penurunan Stunting di 2024.
Menurut Wakil Menteri Kesehatan Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, pendekatan gizi spesifik ini akan mendampingi pendekatan gizi sensitif. Pendekatan gizi spesifik ini berkaitan dengan evaluasi dan pendekatan masalah gizi terhadap sasaran intervensi yang diberikan kepada 1000 hari pertama kehidupan, bayi, anak, remaja putri, calon pengantin, ibu hamil dan ibu melahirkan.
Dengan pendekatan spesifik ini, kata dia, diharapkan penurunan Stunting bisa terjadi. Pendekatan spesifik dilakukan untuk melihat faktor risiko kemungkinan Stunting di kemudian hari dan dilakukan intervensi di sektor kesehatan.
Sementara itu, intervensi sensitif dilakukan melalui berbagai kerja sama lintas sektor dan menyasar terhadap kelompok umum.
“Strategi percepatan stunting menjadi agenda yang kuat dalam melakukan percepatan intervensi spesifik. Kita punya waktu hanya dua tahun lagi sebelum akhirnya kita mencapai target Stunting menjadi 14 persen di 2024,” ujar Prof. Dante, saat menghadiri acara Forum Nasional Stunting di Jakarta, Selasa, 6 Desember 2022.
Dia mengatakan, Kemenkes telah memetakan ada 12 provinsi prioritas Stunting yang telah mencapai penurunan signifikan. Tetapi ada tujuh provinsi yang masih tinggi proyeksi Stuntingnya. Hal itu, tentunya membutuhkan estimasi jumlah kasus Stunting per provinsi yang lebih spesifik dan lebih real datanya.
Intervensi spesifik Stunting yang diperlukan, kata dia, dilakukan sebelum dan setelah kelahiran. Sebelum kelahiran sekitar 23 persen anak yang baru lahir dan kondisinya sudah stunted akibat ibu hamil sejak masa remaja kurang gizi serta anemia. Setelah lahir angka Stunting meningkat signifikan pada usia 6-23 bulan sebesar 1,8 kali menjadi 37 persen dikarenakan kurangnya asupan protein serta pola pengasuhan makanan (parenting) yang tidak tepat.
“Jadi masalah ibu menjadi masalah yang juga penting untuk menurunkan angka Stunting,” katanya.
Dia menjelaskan, intervensi spesifik tersebut meliputi intervensi yang dilakukan sebelum lahir dan setelah lahir. Intervensi spesifik sebelum lahir dilakukan terhadap remaja putri dan ibu hamil serta setelah lahir. Hal itu meliputi Balita dan Baduta, baik yang mempunyai gizi buruk maupun yang tidak mempunyai gizi buruk.
Dia menyebutkan, ada 11 program Intervensi spesifik sebelum lahir, meliputi remaja putri konsumsi tablet tambah darah, Skrining anemia pada siswa kelas 7 dan 10, Pemeriksaan Kehamilan (ANC) sebanyak enam kali (2 kali dengan dokter termasuk pemeriksaan USG), ibu hamil mengkonsumsi tablet tambah darah selama kehamilannya dan ibu hamil KEK mendapat tambahan asupan gizi protein hewani.
Sementara itu, Anemia atau kekurangan darah masih menjadi masalah remaja putri saat ini di Indonesia. Tablet tambah darah yang diminum setiap minggu oleh remaja putri ini menjadi salah satu pendekatan spesifik yang harus dilakukan di sekolah-sekolah.
Dijelaskannya, intervensi setelah lahir dilakukan dengan kegiatan ASI Eksklusif minimal 6 bulan, pemberian MPASI kaya protein hewani pada usia 6-23 bulan, Balita dipantau pertumbuhan dan perkembangannya melalui kegiatan Posyandu ataupun penimbangan lainnya setiap bulan, tatalaksana balita dengan masalah gizi kurang/gagal tumbuh, peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi.
Melalui kegiatan penimbangan, pengukuran panjang badan dan pemantauan perkembangan balita di Posyandu setiap bulan dapat mendeteksi adanya weight faltering ataupun masalah gizi yang terjadi.
“Sehingga bisa dilakukan intervensi lebih awal dan dirujuk untuk mencegah terjadinya kekurangan gizi yang berkepanjangan, stunting dan munculnya gizi buruk,” tandasnya.