Sumber : Humas Puspenkum Kejagung
JAKARTA, Redaksi Rakyat – Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan Smart Prosecutor Berakhlak yang menjadi tema diklat Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan LXXIX (79) Gelombang I 2022, yang dilaksanakan secara virtual dari Menara Kartika, sejatinya berkaitan erat dengan gambaran sosok Jaksa seutuhnya. Sosok Jaksa ideal yang ingin dihasilkan dalam setiap pendidikan dan pelatihan pembentukan Jaksa di kawah candradimuka.
Menurut Jaksa Agung Burhanuddin, sosok Jaksa yang seutuhnya selalu diingatkannya di setiap kesempatan saat memberikan arahan maupun amanat.
Menjadi seorang Jaksa tidak hanya membutuhkan kecerdasan. Melainkan berintegritas dan berahlak mulia.
Jaksa yang cerdas, profesional, berintegritas dan berakhlak, sangat dibutuhkan oleh masyarakat, bangsa dan negara. Apalagi di tengah kondisi situasi seperti saat ini, dimana upaya penegakan hukum, membutuhkan sosok Jaksa yang tidak hanya cerdas. Namun memiliki kompetensi, kinerja, dan profesionalisme tinggi serta berintegritas, sekaligus responsif terhadap perubahan serta tujuan organisasi.
Salah satu tujuan Diklat PPPJ adalah meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan membekali para siswa. Sehingga dapat menjadi Jaksa yang handal.
“Disamping untuk membangun jiwa korsa dan kedisiplinan para peserta didik, agar tertanam rasa solidaritas, semangat persatuan, dan kesatuan terhadap institusi dari dalam diri para siswa. Perlu saudara ketahui, mengapa jiwa korsa saya tekankan harus saudara miliki. Mengingat sebagian besar tugas yang akan saudara emban nanti setelah menjadi Jaksa adalah tugas-tugas yang bersifat team work. Dimana keberhasilan pelaksanaan tugas akan sangat tergantung oleh soliditas yang terbangun dalam tim tersebut,” tegas Jaksa Agung.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengingatkan tentang pentingnya menggunakan hati nurani dalam setiap pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang sebagai seorang Jaksa.
“Tidak dapat dipungkiri, keadilan hukum adalah tujuan utama dari hukum. Tetapi bukan berarti tujuan hukum yang lain yaitu kepastian hukum dan kemanfaatan hukum menjadi terpinggirkan. Ketika keadilan hukum, kemanfaatan hukum, dan kepastian hukum saling menegasikan, maka hati nurani akan menjadi jembatan untuk mencapai titik bandul keseimbangan,” tandasnya.
Dia juga menekankan, agar setiap Jaksa tidak melakukan penuntutan asal-asalan tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat. Menuntut bukan hanya sebatas menghukum orang, melainkan lebih dari itu.
Sebab, menuntut adalah bagaimana memberikan keadilan dan kemanfaatan terhadap seseorang dengan berpangkal pada hati nurani.
“Kejaksaan harus mampu menunjukan penegakan hukum yang tajam keatas dan humanis ke wlbawah tanpa pandang bulu,” tandasnya.