Penulis : Novita
Redaksi Rakyat– Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Ellen Ludya Nelwan terkesan tidak mengindahkan undangan Komisi IV DPRD Parigi Moutong, untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP), Selasa (12/10).
Komisi IV DPRD, mengagendakan RDP untuk guna menindaklanjuti polemik Rapid Antigen berbayar pada pelaksanaan Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) CPNS di Parigi Moutong. Namun, sayangnya Kadinkes sebagai pengambil kebijakan hanya merekomendasikan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Fauziah Al Hadad untuk menghadiri kegiatan itu.
Sehingga, upaya mencari kejelasan dan penyelesaikan berbagai kejanggalan dalam kebijakan Rapid Antigen berbayar yang ditetapkan Dinas Kesehatan, melalui RDP itu tak membuahkan hasil.
“Saya skorsing 10 menit RDP-nya, sambil menunggu Kepala Bidang menghubungi Kadis-nya untuk hadiri RDP ini,” kata Ketua Komisi IV DPRD, Ferry Budiutomo, Selasa.
Setelah 10 menit berlalu, sang Kadis pun tidak dapat dihadirkan dalam ruang rapat.
Tetapi, RDP tetap saja dilakukan berdasarkan pendapat dari anggota Komisi IV saat itu.
“Waktu rapat, saya hanya sekali bisa menghubungi ibu Kadis, tetapi setelah itu tidak bisa dihubungi. Tetapi saya mencoba menjelaskan berbagai pertanyaan ketua dan anggota DPRD,” ungkap Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Fauziah Al Hadad.
Dilanjutkanya RDP saat itu, mengakibatkan persoalan Rapid Antigen berbayar itu semakin berpolemik. Sebab, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Fauziah Al Hadad tidak mampu menjawab beberapa poin penting berkaitan dengan kebijakan.
Diantaranya, pertanyaan dari Ketua Komisi IV DPRD, Ferry Budiutomo tentang mengapa proses Rapid Antigen saat tes SKD CPNS tidak melibatkan petugas Puskesmas terdekat sebagai pelaksanan teknis, jika memang sesuai aturan dapat dikomersilkan menggunakan alat testing bantuan, dan kemudian menggantinya.
“Izin Pak, karena terkait dengan kebijakan ibu Kadis, mungkin seperti apa yang bapak sampaikan bahwa ibu Kadis yang bisa menjawab. Saya hanya menjalankan kebijakan yang beliau sampaikan,” tegas Fauziah.
Sebelumnya, Fauziah mengakui, Rapid Antigen pada pelaksanaan tes SKD CPNS memang berbayar Rp 100 per orang. Sementara dasar Dinas Kesehatan melakukan pemeriksaan, sesuai surat Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Parimo.
Kemudian kata dia, penetapan tarif Rp 100 ribu per orang berdasarkan surat edaran tentang tarif pemeriksaan Rapi Antigen.
“Dimana pada poin 1 (b) disampaikan bahwa, Rapid Antigen diluar Pulau Jawa dan Bali itu adalah Rp 109 ribu tanpa menetapkan peruntukannya, bagian-baginannya untuk apa. Pada poin ke 2 disampaikan bahwa, tariff itu berlaku dengan orang yang meminta sendiri untuk dilakukan pemeriksaan Rapid,” kata dia.
Sehingga, ada permintaan itu dan dengan pertimbangan itu adalah permintaan sendiri, maka diberlakukan sesuai surat edaran yang ada.
Dia juga mengakui, alat Rapid Antigen digunakan saat itu, adalah alat testing distribusi dari provinsi ke Dinas Kesehatan Parimo.
Dengan adanya permintaan pemeriksaan peserta CPNS, pihaknya sempat ditanyakan terkait pengunaan alat bantuan dan mengratiskan para peserta, tetapi pihaknya tidak berani mengambil keputusan.
“Saya yang terkait bidang teknis disitu, disampaikan apakah bisa menggunakan Rapid bantuan dan saya menjelaskan tentang itu. Sehingga saya tidak berani mengambil keputusan untuk memberlakukan Rapid itu dan digratiskan untuk tes CPNS,” ungkapnya.
Tetapi menurut dia, Kadinkes mempertimbangkan meminimalisir kasus dengan banyaknya orang, disarakan untuk dilakukan Rapid Antigen mandiri, dan telah disampaikan kepada pihak panitia tes CPNS.
Sehingga, Kadinkes menyampikan kepadanya untuk meminjamkan Rapid Antigen ke pihak farmasi dan menganti sesuai jumlah terpakai, karena pertimbangan waktu yang sangat singkat.
“Setelah itu kami melakukan pemeriksaan, mungkin itu yang bisa saya sampaikan,” ujarnya.
Pernyataan itu pun, langsung direspon anggota Komisi IV, Muhammad Fadli. Dia mengatakan, jika kebijakan soal menggunakan Rapid Antigen itu telah disampaikan ke pihak panitia CPNS, pihaknya menduga ada kerjasama dalam penggunaan alat testing bantuan itu.
Kerjasama itu kata dia, antara Dinas Kesehatan dan panitia, untuk menggiring peserta CPNS ke Dinas Kesehatan saat pelaksanaan Rapid Antigen berbayar, menggunakan alat bantuan pemerintah.
“Saya kira ini perlu diluruskan juga, karena urusan pinjam meminjam terkait internal dapat saja dilakukan. Tetapi kalau sudah bocor rahasianya seperti saat ini, akan menimbulkan berbagai macam penafsiran. Jangan-jangan ini dipinjam dulu, digunakan, kemudian kalau tidak ketahuan, ya tidak usah dikembalikan, selesai apa-apa,” tandasnya.
Tidak terjawabnya berbagai pertanyaan dalam RDP itu, akhirnya Komisi IV DPRD menunda RDP itu dan akan menjadwalkan kembali. Rencananya pada rapat berikutnya, selain mengundang Kepala Dinas Kesehatan, pihak komisi juga akan mengundang Kepala BKSDM, dan Kepala Inspektorat Daerah setempat.
Usai Ketua Komisi IV DPRD menutup RDP itu, Kadinkes Parimo Ellen Ludya Nelwan baru terlihat mendatangi ruang rapat. Namun, kesempatan untuk menyampaikan penjalasan tidak lagi diberikan oleh pihak Komisi IV.
“Saya dari bagian utara, soalnya saya ada pertemuan di Palu, untuk penerimaan penghargaan,” ungkap Ellen kepada sejumlah wartawan saat ditanya terkait keterlambatannya hadir di RDP.